CINTA
TAPI BEDA
VIVI ADRIYANI HAWAI
Aku tidak pernah membayangkan
bahwa menyayangi seseorang akan sesakit ini, ketika aku berani membuka hati
dan berani untuk jatuh cinta ternyata aku juga harus siap untuk merasakan
sakit. Aku tak pernah tau dan tak bisa memilih untuk jatuh cinta kepada siapa.
Aku baru merasakan ketika aku mngalaminya sendiri. Bagaimana menyukai seseorang
dan tak bisa di raih sampai akhir. Itu lebih dari luka… hal yang tak pernah
terbayangkan…
Aku mengenalnya dari kedua
sahabatku Yana dan Ecca. Hal yang tak kuduga sama sekali akan berkenalan
dengannya yang ternyata adalah kakak kelasku, perkenalan itu terjadi atas
rencana kedua sohibku dan tanpa sepengetahuanku. Kami berkenalan di depan
kantin sekolah, saat itu kantin dalam keramaian dan tiba-tiba tanganku
diarahkan untuk berjabat tangan dengan kakak kelas itu. Aku mengikuti perintah
sahabatku dengan sedikit agak kaku, aku berkenalan dengannya,
“Deva.. ujarnya dengan ramah
“Putri.. lanjutku dengan sopan.
Yana dan Ecca melirik kami dengan
ekspresi menggoda. Aku tersenyum namun diam-diam memasang muka judes untuk
kedua sahabatku ini, Yana dan Ecca tak peduli dan menertawakanku kembali bahkan
membuat lebih menjadi-jadi.
Namanya Kak Deva Put, kelas 12
IPA 1 sekelas dengan Mr,Coolku yang cakep itu loh Put dan Kak Deva ini
sebenarnya anak pindahan, jelas Yana dengan rinci penuh semangat meski tak ada
yang menanyakan. Aku semakin gemas dengan tingkah Yana seperti wanita penggoda
dan genitnya minta ampun ketika membahas Mr.Cool, kakak kelas yang ia kagumi
itu. Ada apa dengan dia heranku di dalam
hati. Perkenalan cukup singkat dan puncak keheranan ku berakhir ketika bel berbunyi bertanda jam istirahat
selesai.
Sejujurnya melihat Kak Deva,
seperti tak asing lagi bagiku, seperti seseorang yang pernah kulihat, tapi
entah dimana. Ujar ku dalam hati
Menurutmu bagaimana Kak Deva Put?
Tanya Ecca saat kami sudah berada dalam kelas menanti sang guru masuk.
Untuk kesan pertama dia seseorang
yang baik dan ramah, tapi Yan aku rasa aku pernah melihat Kak Deva tapi dimana
gitu, aku lupa… seruku
Pernah lihat? Dimana coba? Tanya
Yana dengan semangat
Entah dimana gitu..Jawabku
singkat dan berusaha mengingatnya kembali..
Dasar pikun masa masih muda aja
udah lupa kayak gini, bagaimana kalau udah jadi nenek-nenek ya. Canda Yana
sambil tertawa
Waktu di depan
lab Komputer itu loh Put, kak Deva keluar melihat kita berdua yang kayak cacing
kepanasan melihat MR.Coolku yang berdiri di depan kelasnya itu loh,..cerita
Yana dengan serius
Oiya, benar aku ingat seruku
seakan ingatanku pernah hilang dan telah kembali normal..
Eh maaf ya bukan kita yang cacing
kepanasan, tapi lo sendiri Yan. Pake acara ngefans sama kakak kelas lagi, dan
pake ngerubah nama asli orang lagi.
Pasti lo kasih tau Kak Deva kalau
lo suka sama Kak chiko kan terus pake acara ngerubah nama orang jadi Mr.Cool? Tanyaku
Iya, aku beritahu Kak Deva biar
bantu mencari tau tentang Mr.coolku itu . jawabnya dengan bangga
Oiya karena Kak Deva lihat kita
bertiga jalan selalu bersama, bukan hanya di lab Komputer itu saja ,jadi dia
minta tolong ke kita berdua untuk memperkenalkannya dengan kamu Put. Jelas Yana
sambil senyum.
*****************
Aku kira perkenalan itu
perkenalan yang biasa saja seperti yang dilakukan, tapi ternyata tidak sesuai
bayanganku. Sahabatku Yana diam-diam ternyata mau mencomblangkan aku dengan Kak
Deva. Karena aku telah mengetahui lebih dahulu dan dengan tegas aku menolak
untuk dicomblangkan karena aku yang
belum ingin pacaran. Kalau hanya untuk berteman tak menjadi masalah. Saat itu
aku tak pernah berpikir namanya pacaran, masih asik untuk berteman dengan siapa
saja. Bujuk rayuan mereka terus berlanjut, mereka sendiri capek sendiri dengan
jawaban yang sama dariku dan akhirnya memintaku untuk tetap berteman dengan Kak
Deva saja walaupun tak mau untuk lebih dari itu. Dan aku mengiyakan jika kami
hanya berteman,tak ada salahnya untuk berteman.. ucapku.
**
Ada yang memberikan nomor handphoneku ke kak Deva tanpa
sepengetahuanku, orang itu yang akhirnya aku ketahui bahwa ternyata Yana dan
Ecca. Sore itu ada pesan dari nomor tak dikenal
, aku menanyakan siapa dan benar ia adalah kak Deva. Aku rasa aku
terlalu kejam jika tak membalas SMSnya kak Deva, Ia sangat baik, sopan dan dia
adalah kakak kelasku. Aku memutuskan untuk merespon dengan membalas smsnya Kak
Deva. Awalnya aku merasa biasa-biasa saja, namun perlahan berbeda yang kualami
aku semakin menikmatinya. Aku dan kak Deva mulai berteman, kami banyak membahas
banyak hal dan karena dia kakak kelas ku sehingga banyak yang kutanyakan
kepadanya. Dan karena dia seorang pemusik banyak yang inginku pelajari juga
darinya . Menyenangkan, asik, banyak hal yang kurasakan saat sharing dengan Kak
Deva. Awalnya biasa saja namun semua mrnjadi berbeda, kini aku selalu menanti
sms darinya dan ingin membahas berbagai hal dengannya.
***
Ketika apel pagi disekolah
barisan kelas kami selalu berhadapan dengan barisan Kak Deva XII IPA 1, aku
terlihat diam tapi hati dan jantung tak tenang ketika melihatnya datang dari
gerbang untuk berbaris, aku tak sadar tersenyum melihat dia datang, tangannya
yang memegang gitar, alat musik yang sangat disukainya. Ketika Kak Deva mulai
baris kami tidak sengaja saling berpapasan dari jauh, aku dengan cepat sengaja
mengalihkan pandangan dilain tempat. Seharusnya biasa aja, kok jadi gugup seru
dalam hati sendiri, jadi salah tingkah. Aku menarik nafas dan membuangnya
dengan kencang. Tiba-tiba ada pesan masuk dari Kak Deva, aku membacanya dan
melihat kearah kak Deva yang ternyata sedang melihatku sambil tersenyum. Oh
Tuhan apa ini, jantung berdebar luar biasanya,, Aku tak membalas senyumnya aku
pura-pura melihatnya dengan jutek namun dalam hati tersenyum senang. Setelah
apel itu tiba-tiba tak kusadari Kak Deva berada dibelakangku. Oh Tuhan tolong
seru dalam hati dengan deg-degan. Yana dan Ecca tertawa melihat ekpresi kaget
dan aku yang menjadi diam mencoba menenangkan hati, pipi yang memerah. Ketika
saling smsan banyak hal yang kami ceritakan, namun ketika tidak sengaja bertemu
secara tiba-tiba di sekolah aku hampir kehilangan kata dan ingin berlari
bersembunyi.
*****
Berjalannya waktu kami mulai
lebih dekat lagi, sudah mulai mengenal lebih jauh. Banyak hal yang kami
bicarakan, Tidak hanya mengenai sekolah tapi kami saling menceritakan keluarga
kami, apa atau hal apa yang digemari, hal yang tidak disukai, beberapa
pengalaman. Dan pernah kami membahas tentang tradisi atau mengenai kepercayaan
agama yang kita anut. Aku dan Kak Deva memiliki keyakinan yang berbeda. Terlalu
sensitive jika membahas tentang hal ini diantara kami berdua, hingga kami tidak
terlalu membahasnya terlalu dalam seakan digantung begitu saja. Beberapa hal
Kak Deva sudah mengetahuinya,dan ditanggapinya dengan seperti dirinya yang tak
banyak bicara tapi peka dan mengerti. Setelah beberapa bulan kami saling
mengenal dan Kak Deva menyatakan perasaanya. Hatiku tak tenang, campur aduk
perasaanku, aku hampir tak tau mau apa, aku gugup, jantung berdebar begitu
cepat tidak seperti biasanya. Perasaan macam apa yang kurasakan. Aku tak bisa
memberikan jawabannya saat itu juga, aku meminta beberapa hari untuk dapat
memutuskan hal ini. Aku belum pernah merasakan hal yang segila ini,
Aku merasa nyaman dan ketika rasa
itu ada aku hanya melihat di dirinya. Seseorang yang membuat jantung ini
berdebar kencang, salah tingkah,dan membuatku menjadi malu-malu. Terus apa lagi
yang membuat aku ragu? Ya Perbedaan ini. Tapi bisahkah kalau aku tak
menerimanya semua akan seperti biasa saja, apa dia masih bisa tersenyum dan
berbagi cerita denganku lagi. Aku bertanya kepada kedua sahabatku, mereka
memberikan pendapat untuk ya kalau merasa nyaman jalani aja, masih muda juga
kok pikir sampai kearah situ. Aku merasa ragu. Aku tau mereka hanya pemberi saran dan keputusan itu
ditanganku sendiri. Pada hari yang dijanjikan, aku memberikan jawabannya. Ini
pertama kalinya aku mengiyakan perasaan seseorang. Ya aku mengiyakan, aku
menerimanya dan mencoba tidak memikirkan perbedaan itu.
Aku pernah bilang Kak Deva untuk
tidak mempublikasikan ke orang-orang mengenai hubungan yang terjalin,biar orang
yang tau sendiri hubungan kami. Namun ternyata berbeda, informasi mulut ke
mulut lebih cepat. Perlahan dalam kelaspun teman-temanku mulai mengganggui.
Mulai ada yang membaca statusnya yang kak Deva pasang. Aku tak tau apa yang
sedang dibicarakan mereka karena aku tak bermain media sosial saat itu..
Dia
Menghilang diakhir tahun…. Seru salah satu dari antaranya dengan suara
cemprengnya
Cie
kucing kali… semua sontak tertawa dalam kelas.
Aku hanya mencoba menahan malu,
tapi terus dijahili oleh teman satu kelas. Aku malu dan terus salah tingkah.
Ingin memarahi mereka tapi tak bisa menahan tawa melihat ulah mereka.
Kak Deva selalu menghampiri tanpa
sepengetahuanku,tiba-tiba sudah berjalan dibelakangku sambil
tersenyum.Tiba-tiba datang mengagetkanku, aku hanya bersikap biasa dan santai
tapi dalam hati ada bekerja keras. Secara terbuka aku tak pernah bilang kata
sayang atau apapun kepada kak Deva. Bagiku itu tidak terlalu penting diucapkan
dalam sebuah pernyataan. Bahkan Kak Deva sendiri tak percaya bila aku
memanggilnya sayang. Mungkin karena ini pertama kalinya aku pacaran sehingga
masih terlalu kaku
***
Beberapa bulan berjalan, kami
tidak terlalu mengalami masalah karena masalah yang terbesar sudah ada. Entah
apa yang membuatku membahas mengenai perbedaan ini ke kak Deva tapi selalu
tidak dijawab serius olehnya dan malahan mengalihkan untuk membahas lain. Aku
terus memaksa untuk membahasnya. Aku memikirkan tentang kedepannya, mungkin ada
yang bilang aneh ketika melihat anak sepertiku pikirannya sudah jauh. Aku tidak tau tapi dalam diam pasti dia juga
memikirkannya.
Didalam kelas seorang guru agama
membicarakan tentang pasangan yang seimbang seperti menampar hatiku dengan
keras. Ia terus menjelaskan dan semua itu rasa-rasa benar kena dihatiku dan itu
rasa benar-benar seakan tertujuh padaku.Oh Tuhan, Ya memang aku terlalu egois
bila terus mempertahankannya. Aku sudah tau salah tapi mengikuti keinginan diri
sendiri keluhku di dalam hati. Disisi lain terlalu takut melepaskannya. Aku
berpikir semalaman atas keputusan yang akan ku ambil ini. Aku menceritakan ke
Yanna dan Ecca, mereka berdua heran dengan keputusanku. Menurut mereka aku
terlalu berlebihan apalagi masih juga SMA tapi kepikiran sudah jauh belum juga
kalian akan menikah, jalani saja masih muda juga kok.Pendapat mereka kompak,
tapi pendapat aku berbeda. Itu hak mereka berpendapat tapi akulah yang akan
mengambil keputusan untuk diriku sendiri.
Hari senin itu
menjadi saksi, aku terlalu takut untuk berhadapan dengan Kak Deva untuk meminta
mengakhiri hubungan ini. Aku tak mau sampai menangis di depannya, aku tak bisa
membanyangkan hal itu terjadi. Aku memutuskan hubungan dengan mengirim pesan ke
Kak Deva. Saat itu aku yang melihatnya duduk dengan temannya, lalu turun dari
tangga dengan cepatnya. Dia menelpon tapi tak ku angkat, aku melihat dia dari
jauh. Aku bersembunyi keluar dari sekolah melalui pintu samping, aku meihatnya
masih di depan sekolah. Aku tidak tega melihatnya. Aku merasa sedih melihat Kak
Deva, membuat orang yang aku sukai tersakiti. Tapi bukan saja dia yang
tersakiti aku juga,tapi bagaimana lagi aku harus tegas mengambil keputusan. Dia
mencoba untuk aku dapat merubah keputusanku,kami saling berdebat karena kak
Deva tidak mau menerimannya. Aku tidak tau mengapa aku harus menangis
melihatnya seperti ini .Aku meminta untuk walaupun tidak sama-sama lagi,kita
memulai dengan baik berakhir juga baik-baik.meski awal kita mulai saling
menghindar.
Dia yang meminta ku untuk tetap
bertahan,dia yang meminta untuk jangan melepaskan. Tapi aku sendiri pada
akhirnya yang memutuskan untuk melepaskan, aku yang mundur menyerah lebih dulu
untuk hubungan ini. Genggaman yang pernah ada aku sendiri yang melepaskan.
Untuk apa Mempertahankan sesuatu
yang pada akhirnya tak bisa ku genggam. jika terus mempertahankanya rasa ini
semakin dalam dan lebih sulit untuk ku dilepaskan.
Setelah hari dimana hubungan kami berakhir, aku
tahu Kak Deva akan pergi keluar kota untuk melanjutkan pendidikannya, mungkin
dengan begini semua akan lebih mudah untuk saling melupakan .Diam-diam kami
akan saling melupakan. Beberapa hari sebelum keberangkatan kak Deva, Ia
menghubungiku agar aku jangan pulang terlebih dulu dari sekolah dan memintaku
menunggunya sebentar saja. Akupun entah kenapa mengiyakan saja dan menunggunya.
Meski cukup lama dia belum kunjung datang, aku tetap menunggu meski sendirian.
Aku tak tau kalau hari itu adalah hari terakhir bertemu dengannya sebelum
keberangkatannya melanjutkan studinya, kami pergi sebuah tempat makan dipinggir jalan. Kami mengobrol seolah tidak
ada masalah sebelumnya. Kamipun saling tersenyum, hal yang sudah lama
dirindukan. Walaupun kami tak bisa bersama setidaknya hari-hari kami sebelumnya
sudah saling banyak belajar, tak menjadi pasangan tapi bisa membangun relasi
yang baik meski semua tak seperti dulu. Mendoakan yang terbaik untuk semua, tak
perlu ada dendam. Mendukung masa depan yang sedang menanti. Meski masih sulit
untuk merubah rasa yang pernah ada seperti sediakala belum mengenalnya.
Bagiku melupakannya membutuhkan
waktu, aku tidak tau kapan tapi waktu yang dapat memulihkan semuanya. Mungkin
orang bilang dengan mencintai lagi akan merubah keadaan. Tapi bagiku meski aku
muda aku tak semudah itu untuk mencintai seseorang lagi hanya untuk
melupakannya. Mencintai untuk menjadi pasangan kita tidak semudah itu. Aku
hanya menjalaninnya, lihat saja nanti, ketika semua sudah tepat aku harap Tuhan
mengijinkanku untuk mencintai sekali lagi dengan orang yang tepat.
Memang semua tidak akan baik-baik
ketika kita harus melepaskan seseorang yang disayangi. Tapi percayalah entah
itu kapan semua akan baik-baik saja, sebelum ada dia semua baik-baik saja dan
sekarang tanpa dia aku ataupun kamu juga pasti akan baik-baik saja. Dan ketika
kamu percaya dan yakini suatu saat entah kapan kamu sendiri atau seseorang yang
akan hadir untuk menyembuhkan luka itu
namun sebelum orang itu, kau sendirilah harus berani untuk bangkit kembali dan
belajar dari keberadaanmu sebelumnya.
Luka itu pasti akan pulih….